Google Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Rabu, 26 Februari 2014

Anal di Rumah


Selain traveling dan hiking, aku hobby fotografi juga. Kadang aku suka hunting photo dengan teman-teman klub. Aku suka sekali foto pemandangan bebas, seperti sunset, pantai, danau atau pegunungan. Setiap traveling, ber rol-rol aku habiskan untuk menyalurkan hobby ini.
Aku juga suka bereksperimen dalam foto, salah satunya aku membuat foto nama dari cahaya lilin atau senter. Dengan tekhnik pemotretan di ruang gelap, aku bisa membuat berbagai bentuk dan nama. Dan aku coba jual ke teman-teman. Hasilnya lumayan buat nambah-nambah uang saku hobby ku ini. Lina pun dengan senang hati membantu. Mengerjakannya tidak perlu ruangan besar, cukup di ruangan 3x4 juga sudah bisa.
Suatu hari Lina menawarkan diri mengerjakan di rumahnya, biasanya aku kerjakan di rumahku, di kamarku sendiri.
"Dinan, gimana kalo bikin pesanan foto nama ini dikerjakan di rumah gue aja?" tanya Lina.
"Hmm...dimananya Lin?" tanyaku balik.
"Di ruang belajarku aja, kan lumayan luas tuh. Cukup ga menurutm lo?" Lina menawarkan.
Aku membayangkan ruang belajarnya yang rapi dan luas.Lantainya dilapisi karpet tebal. Di pojok ada komputer set dan meja belajar. Ada sofa juga. Dan tak lupa pendingin udara yang membuat udara selalu sejuk.
"Ok deh kalo begitu, pulang sekolah langsung aja yah. Banyak banget yang minta cepet." Kataku.
"Siipp deh !" kata Lina senang.
Sepulang sekolah kita langsung menuju rumahnya diantar supir. Rumahnya sepi, hanya ada pembantu-pembantunya. Ibunya sedang pergi, menurut pembantunya minta dijemput sama supir kalau Lina sudah sampai rumah. Setelah makan siang, kita ke ruang belajarnya. Aku langsung mempersiapkan alat-alat untuk memotret sesuai dengan pesanan teman-temanku.
"Gue ganti dulu yah Dinan, bentar aja." Kata Lina sambil menuju kamar tidurnya yang dihubungkan sebuah pintu langsung daru ruang belajarnya. Tidak lama Lina muncul dengan penampilan baru. Baju terusan sepaha berwarna biru muda. Sungguh cantik dan tampak sexy sekali. Aku jadi bengong melihatnya.
"Apa sih lihat-lihat kaya begitu," kata Lina sambil memeluk aku karna malu.
"Lo sexy banget Lina..." kataku sambil berusaha menahan diri.
"Ya udah, yuk kita motret dulu Lin," lanjutku berusaha menguasai keadaan dan perasaan di dalam diriku.
Sepanjang pemotretan, aku sering curi-curi pandang melihat penampilannya. Perfect. Benar-benar bikin aku tidak konsen. Sengaja kalau sedang dekat aku cium pipinya, atau aku peluk dari belakang. Lina hanya tersenyum manja, atau kadang juga pura-pura marah. Akhirnya selesai juga pekerjaan ini. Aku kemudian duduk dan bersandar di sofa. Lina menghidangkan minuman segar untukku dan kemudian duduk di sampingku.
"Selesai juga yah Lin, pegel berdiri mlulu," kataku.
"Kapan mau di cetak?" tanyanya.
"Besok aja pulang sekolah aku langsung ke lab foto," jawabku.
"Gue ikut yah" tawarnya.
"Ok aja. Eh tambah lagi dong minumnya." Kataku.
"Bentar yah, gue ambilin dulu", kata Lina sambil beranjak pergi untuk mengambil minuman lagi.
Sambil menunggu, aku mencoba tidur-tiduran di sofa. Ah enak banget sambil meluruskan badan dan kakiku. Aku sudah biasa tiduran di sofanya atau di karpet depan TV di rumah Lina. Hanya kalau ada orang tuanya aku tidak berani seperti itu. Tidak lama Lina datang membawakan minuman segar dan langsung duduk di lantai karpet samping sofa, persis di sisi saya.
Sambil ngobrol, aku usap-usap kepalanya dan rambut indahnya. Lina dengan manja merebahkan kepalanya di dadaku. Dan seperti biasa dia menggodaku dengan detak jantungku yang berpacu semakin cepat.
Tiba-tiba Lina melihat tonjolan di celanaku.
"Dinan, apaan tuh, kok kaya ada yang melendung?" tanyanya, menggoda.
Hmm...apakah memang benar-benar tidak tahu atau memang mau memancingku.
"Ohh..itu, di dalamnya ada senjata rahasia lho" jawabku sekenanya.
"Ah yang benar, ada sosis kali..." kata Lina sambil tertawa cekikikan.
"Hahaha...sosis enak lho, mau coba?" tantangku setengah berharap.
"Ihh...takut ah. Nanti sosisnya digigit biar tau rasa," kata Lina.
"Hahaha...malah enak. Sosisnya kena "punya" lo aja enak khan? Malah elo nya merem melek gue liatin", kataku mengingatkan masa-masa yang sering kita lakukan.
"Awas yah...gue pencet nih," kata Lina dengan muka merah.
Canda seperti ini membuat kita makin akrab.
"Lina, pegangin punya gue dong?" pintaku kemudian.
Lina mengangguk, tapi tangannya ragu untuk memegang tonjolan kemaluanku. Kupegang tangannya untuk membantunya memegang kemaluanku. Agak tertahan tangannya, tapi kutarik juga. Perlahan-lahan Lina mengikuti arah tanganku. Telapaknya kuletakkan di atas kemaluanku yang masih memakai celana. Tangan Lina awalnya diam saja. Mungkin masih canggung. Kubantu menggerakkannya dengan gerakan mengelus.
"Dinan, kok keras banget yah, panjang lagi" kata Lina sambil memegang dan mencoba mengukur-ukur.
Dalam hatiku, mungkin karna aku pakai celana jadi terasa panjang. Lagipula patokan panjang Lina juga gak tahu, diukur dari mana.
Kubantu Lina untuk mengelus-elus kemaluanku agar sedikit ditekan, juga kuremas tangannya, sehingga telapak tangannya ikut meremas kemaluanku. Nikmat sekali. Kulepas tangan Lina dan kuelus rambutnya. Lina dengan sendirinya meremas kemaluanku pelan sambil ditekan-tekan. Geli dan nikmat kurasakan.
Kucium bibirnya perlahan, Lina membalas ciumanku. Kita saling mengisap, saling mengulum, sampai terengah-engah.
"Lina, pegang dalamnya yahh..?" pintaku berharap.
Lina tidak menjawab, aku membuka risleting celanaku dan menurunkan cd ku. Tangan Lina kupegang agar dia memegang kemaluanku. Nyesss...terasa hangat tangan Lina menyentuh kemaluanku. Aku merasa kemaluanku makin keras dan tegang. Lina kelihatannya gemas dengan kemaluanku, diremasnya dengan kuat. Dalam kondisi normal mungkin aku merasakan sakit, tapi saat ini aku dilanda nafsu tinggi, yang kurasakan sakit tapi nikmat. Kuajarkan Lina gerakan mengocok, dengan menggerakkan tangannya naik turun di kemaluanku.
"Ouffhh...enak Lina, iya dikocok begitu" kataku terengah engah.
"Dinan...boleh lihat punyamu gak?" pinta Lina.
"Boleh aja..." jawabku.
Perlahan Lina menolehkan wajahnya ke arah kemaluanku. Tangannya masih tetap dalam posisi memegang kemaluanku. Kelihatannya Lina sangat ingin tahu seperti apa bentuknya. Dulu dia cerita pernah lihat punya bapaknya ketika tidak sengaja bapaknya keluar kamar mandi tidak memakai apa-apa. Tapi kali ini Lina melihat secara langsung kemaluan laki-laki dalam kondisi tegang lagi.
"Lucu yah Dinan, ujungnya empuk" kata Lina sambil mengelus ujung kemaluanku.
Oww geli banget. Ujung kemaluan cowok kalau disentuh pelan akan terasa geli. Itulah yang kurasakan. Kubiarkan Lina menuntaskan rasa ingin tahunya.
"Dinan, kok ada cairannya sih. Eh keluar dari ujungnya," kata Lina sambil mengurut kemaluanku.
"Itu artinya udah nafsu banget Lina", jelasku kepadanya, entah benar atau tidak.
"Dinan, boleh cium gak punyamu?" tanya Lina tiba-tiba.
Aku kaget bercampur senang dengan permintaanya. Aku belum pernah membayangkan dicium kemaluanku oleh seorang cewek. Aku hanya pernah lihat di film biru saja. Dan saat ini di hadapanku ada cewek yang malah kepingin mencium kemaluanku.
"Boleh aja Lina, tapi pelan-pelan yah." Kataku.
Perlahan Lina menuju bagian bawah tubuhku. Dipandangnya kemaluanku lama, sampai aku jadi malu sendiri.

"Dinan, ada topi bajanya. Lucu yah...", kata Lina.
"Ahh..Lina, jangan diliatin melulu dong. Dicium aja deh...", rayuku ga sabar.
Perlahan-lahan Lina mendekatkan wajahnya ke kemaluanku, dan menempelkan bibirnya seperti orang mencium. Saat itu aku tidak begitu merasakan ciumannya, hanya sensasi yang kurasakan begitu besar dan terasa nikmat.
"Lin, dijilatin dong," kataku.
"Gimana caranya?" tanya Lina.
"Kaya makan es krim aja, dijilat pinggir-pinggirnya, trus dimasukin dalam mulut, bisa kan?" kataku.
Lina mencoba seakan-akan kemaluanku seperti es krim, dijilatnya perlahan-lahan, samping kiri, kemudian samping kanannya. Tiba saat Lina menjilat ujung kemaluanku yang sudah basah, rasa geli menjalar sekujur tubuhku. Refleks aku meremas rambutnya karena kegelian.
"Dinan, rasanya agak asin yah cairan yang keluar" kata Lina.
"Hmmm...iya kali. Lina, dimasukin mulut dong, coba yah...?" pintaku makin tidak sabar.
Lina kemudian pelan memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya, Tiba-tiba Lina batuk dan mengeluarkan kemaluanku dari dalam mulutnya. Ternyata Lina terlalu dalam memasukkan jadi mengenai ujung tenggorokannya.
"Pelan-pelan dong Lina...Jangan langsung dimasukin semua," kataku mengingatkan.
Lina kemudian mencoba memasukkan lagi, kali ini hanya sebatas ujungnya saja. Rasanya hangat mulut Lina mengenai topi baja ku. Aku menggeliat kegelian. Lina tetap mengisap ujung kemaluanku, sesekali diputarnya bibirnya sehingga mengenai seputar lingkaran topi baja. Aku benar-benar merasakan sensasi yang sangat hebat. Kucoba menekan kepalanya dengan maksud agar memasukkan lebih dalam lagi ke mulutnya. Tampaknya Lina mengerti, dan kemudian memasukkan lebih dalam lagi. Dengan pelan kemaluanku masuk setengahnya. Kuajari naik turunnya kepalanya dengan mengangkat dan menurunkan kepalanya menggunakan tanganku. Lina cepat mengerti, langsung dia menggerakkan sendiri. Wow...rasanya permukaan kulit sekujur tubuhka seperti terbang. Terasa begitu menggigit. Darahku mengalir makin cepat, seperti aku merasakan ada yang berkejar-kejaran di urat darahku.
Lina asyik menaik-turunkan kepalanya, mungkin dia senang dengan kekenyalan kemaluanku.
"Aww...Lin, pelan-pelan yah. Kena gigi kayanya," kataku tiba-tiba, karena merasakan benda keras yang kuperkirakan adalah gigi.
"Oh maaf yah Dinan, habis gemes banget, pingin gigit rasanya," kata Lina dan kemaluanku dilepaskan dari mulutnya.
Setengah kemaluanku basah oleh cairan mulutnya. Tampak ujungnya berkilat karena cairan itu.
"Lin, kita ke kamar aja yuk, ga enak disini, nanti ada yang masuk," ajakku. Padahal sebenarnya di sofa ini juga asyik Hanya aku ingin melanjutkan di tempat tidur air nya.
"Yuk..." jawab Lina pendek.
Kita berdua menuju kamar Lina di sebelah ruang belajar. Aku tidak sempat menaikkan kembali cd ku, karena pintu yang menghubungkan kedua ruangan itu dekat dengan sofa. Lagi pula tempat tidurnya juga dekat dengan pintu. Aku langsung mengambil posisi tiduran di tempat tidurnya. Terasa air seperti bergelombang ketika aku merebahkan diri. Dengan dialasi sprei tebal terasa lembut dan hangat ketika aku tiduran. Lina kemudian mengunci pintu agar tidak terganggu bila tiba-tiba ada yang masuk. Lina juga sengaja menyalakan air di kamar mandinya untuk mengelabui pembantunya biar disangka sedang di dalam kamar mandi.
Lina langsung naik ke tempat tidur dan menindihku dengan mesra, kita berciuman hebat. Saling mengisap, mengulum dan menggigit. Tanganku liar meraba seluruh tubuhnya. Pakaian Lina kusingkap agar paha dn perutnya terbuka. Posisi duduk Lina pun sudah dengan otomatis membuka sehingga tepat berada di atas kemaluanku yang sudah tidak memakai cd. Kuangkat lagi lebih tinggi baju etrusan Lina sampai akhirnya kulupaskan melalui kepalanya.
Maka tampaklah kemolekan tubuhnya, putih bersih. Baru kali ini ku melihat langsung tubuh wanita setengah telanjang. Lina dengan malu, karena aku memperhatikan tubuhnya, langsung memelukku. Aku pun mencium kembali bibir merahnya dengan penuh semangat. Lina pun membalasnya dengan penuh kehangatan. Tanganku mengelus punggungnya, halus sekali. Turun ke bawah, pantatnya kuremas pelan. Kumasukkan tanganku di balik cd nya, kuremas kembali kedua pantatnya. Lina mengeluh panjang, keenakan. Tiba-tiba Lina membuka baju seragam sekolahku, akupun membantunya agar cepat. Kemudian Lina menurunkan celana panjangku sekaligus cd ku. Maka telanjanglah aku. Cepat Lina kubalikkan dengan posisi dia di bawah dan aku di atasnya. Kuciumi mulai dari lehernya yang putih sampai ke perutnya. Perlahan kulepas kaitan bh nya, agak kesulitan karena aku tidak tahu bagaimana cara kerjanya melepas bh tersebut. Lina membantunya dengan sekali gerakan maka kaitan tersebut terlepas. Kulepas bh tersebut dari tubuh Lina. Terlihatlah gunung kembarnya yang mancung ke atas dengan putting kecoklatan.
Kukecup kedua ujungnya. Lina tampak menggelinjang kegelian. Melihatnya seperti itu justru aku makin nafsu, kuisap putingnya perlahan dan meremasnya dengan lembut. Lina memeluk erat kepalaku, dan tanpa sadar menjambak kepalaku. Aku bukannya mundur justru makin liar menciumi dan meremas dada Lina.
Kunaikkan kembali ciumanku ke leher dan bibirnya sambil tangnku meraba bagian tubuh Lina. Kucoba meraba kemaluannya yang masih dibalut cd. Lina tampak pasrah dan sedikit tersentak ketika tanganku mengenai bagian sensitifnya. Kugoyang-goyangkan kiri kanan jari jariku di atas kemaluannya. Lina mengeluh panjang dan tanpa sadar kakinya terbuka. Terkadang pantatnya terangkat ke atas dengan sendirinya. Perlahan kuturunkan cd nya. Tanpa kesulitan lepaslah pakaian terakhir di tubuhnya. Kita berdua sudah polos tanpa apa-apa lagi.
Kuputar posisi tidur, kali ini aku yang di bawah. Entah mengapa aku jadi senang berada di bawah. Mungkin menurut orang, jadi bisa melihat keindahan tubuh pasangan. Dan memang begitulah yang kualami. Melihat Lina yang duduk di atas kemaluanku persis dan mulai bergoyang-goyang dan menggesekkan ke kemaluannya, aku merasa indah sekali. Tidak terasa sakit, malah geli yang kurasakan. Karena kemaluannya pun sudah basah juga. Kutekan pantatnya agar lebih mengenai kemaluanku. Lina pun mengerti. Dengan tetap maju mundur Lina menambah tekanan di pantatnya. Kemaluanku serasa di jepit, hangat dan geli. Kita berdua sudah basah sekali. Aku sudah seperti merasa terbang. Tanpa sadar kuajak Lina untuk menggesek-gesekkan ujung kemaluanku ke bibir vaginanya.
"Lin, digesek yuk..." kataku setengah tidak sadar karena nikmat yang kurasakan.
Kubantu menegakkan kemaluanku agar tepat mengenai bibir kemaluannya. Lina merubah posisi jadi jongkok dengan tetap bertumpu pada kedua lututnya di kiri kanan tubuhku. Perlahan Lina menurunkan pantatnya sehingga kemaluanku mengenai bibir kemaluannya. Kuminta Lina yang "menyapukan" kepala kemaluanku ke bibir kemaluannya. Uff...geli sekali. Benar-benar sensasi yang hebat. Lina pun tampaknya menikmati. Disapukannya maju dan mundur agar dia mendapatkan kenikmatan di kemaluannya. Karena tidak tahan, kugerakkan pantatku agak naik ke atas. Lina melenguh pelan ketika kepala kemaluanku menerobos masuk ke bibir kemaluannya. Hangat. Beberapa kali kulakukan hal yang serupa. Beeberapa kali pula Lina melenguh pelan. Sambil tetap disapukan maju dan mundur, sehingga cairan kental dari kemaluan Lina merata di sekitar kemaluannya. Bahkan sampai melebar ke bagian belakangnya, ke lubang pantatnya.
Aku tetap menaikkan pantatku dengan harapan bisa menerobos masuk ke lubang kenikmatan Lina. Entah apa yang kupirkan saat itu sampai punya keinginan memasukkan kemaluanku. Lina pun mungkin tahu apa yang kuinginkan. Dia pun dikuasai nafsu yang menggebu-gebu. Meski kita masih kelas 3 SMA waktu itu, tapi keiginan itu ada dan besar sekali. Sambil tetap menggesek-gesekan kemaluanku, akupun berpikir keras bagaimana bisa mencapai kenikmatan puncak. Kalau dimasukkan ke kemaluannya, aku juga tidak berani ambil resiko merusak perawannya, meski tampaknya Lina pun sudah pasrah.
"Lin, masukin ke pantat yah...Kata orang bisa kok, asal pelan-pelan," kataku tiba-tiba mengajukan usul. Setahuk memang bisa.
Lina pun mengarahkan kepala kemaluanku ke lubang pantatnya. Mungkin karena basah oleh cairan yang tadi disapukan dari kemaluannya, lubang pantatnya tidak terlalu seret. Licinnya cairan milik Lina memudahkan proses masuknya kemaluanku. Awalnya saja Lina tampak sedikit menahan nafas. Secara pelan Lina menurunkan pantatnya agar kemaluanku masuk sepenuhnya ke lubang pantatnya. Kemaluanku serasa di jepit, dan terasa hangat licin. Sedikit lagi masuk semua, Lina mengangkat pantatnya sampai ke ujung kemaluanku, kemudian menurunkannya kembali. Beberapa kali seperti itu sampai akhirnya pantat Lina bertemu dengan pangkal kemaluanku. Artinya kemaluanku masuk semua ke dalam lubang pantatnya.
Aku merasakn nikmat yang luar biasa, kemaluanku seperti mengambang di hampa udara. Seperti masuk dalam sebuah ruangan yang menyelimuti hangat sekeliling kemaluanku. Lina pun merebahkan dirinya di dadaku. Kita terdiam sejank merasakan sensasi yang sangat indah ini. Tidak berapa lama Linapun bangkit dan mulai menaik turunkan pantatnya. Kadang cepat, kadang pelan. Lina sangat senang menaikkan sampai ujung kepala kemaluanku kemudian menurunkan dengan cepat sampai pangkal kemaluanku. Berulang-ulang dilakukan seperti itu. Rasanya memang enak, seperti menembus lubang yang licin sempit namun elastis. Lina juga tampaknya merasakan ada yang melewati lubang pantatnya masuk dan keluar.
Kemaluanku makin terasa keras, akupun merasakan ada cairan yang memaksa ingin keluar dari urat kemaluanku. Kupercepat gerakan masuk keluar dengan mengangkat pantatku seirama dengan goyangan pantat Lina. Kemaluanku berdenyut semakin keras, gerakan Lina semakin cepat. Kasur air ikut bergoyang mengikuti gerakan kita. Suasana semakin panas meski ac ruangan dipasang dingin.Deru nafas semakin tidak beraturan, seiring dengan sentakan pantatku makin kuat.
"Akhhh...Lina, gue mau keluar.Gue keluarin aja yah...?" tanyaku terputus-putus karena menahan nafsu yang tinggi.
"Iya, keluarin aja Dinan..." jawab Lina, juga dengan nada yang memburu seiring dengan nafasnya yang terengah-engah.
Kukumpulkan segenap kenikmatan dan imajinasi ke bagian bawah tubuhku, dan kupercepat gerakan. Kutekan dengan kuat agar masuk dalam-dalam. Urat kemaluanku sudah hampir meledak. Dengan sekali sentakan maka keluarlah cairan kenikmatan dari kemaluanku, seiring kucabut dari lubang pantat Lina. Spermaku meluncur deras dengan beberapa kali kedutan membasahi perutku. Lina menjauhkan kemaluannya dari kemaluanku, takut terpercik dan masuk dalam kemaluannya, sekedar jaga-jaga tidak hamil. Setelah terasa keluar semua, kupeluk Lina dengan mesra, sampai dadanya menempel di perutku. Otomatis spermaku juga menempel di dadanya. Kita tersenyum senang. Itulah awal diriku memasukkan kemaluanku ke dalam lubang pantat Lina. Yang pada suatu hari kelak aku ketahui itu bernama anal sex.
"Pelajaran"
Terkadang, keinginan untuk melakukan hal lebih jauh terbersit dalam pikiran kita ketika sedang mabuk dalam percintaan. Akan tetapi prinsip untuk menjaga kesucian tetap diingat. Maka apabila salah satu menginginkan, maka satu pihak berusaha mengingatkan. Hal ini penting agar di kemudian hari tidak terdapat penyesalan.