Google Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sabtu, 19 Januari 2013

Tante Esti yang Selalu Membuatku Terkenang

Saya menyenangi Perempuan yang lebih tua, karena saya merasa kalau bermain cinta dengan mereka, saya merasakan ada sensasi tersendiri. Terlebih kalau teman kencan saya seorang janda, saya akan semakin menikmati permainan-permainannya dengan baik. Saya mempunyai seorang tetangga, sekaligus kawan bermain, sebut saja namanya Yudi.

Yudi ini mempunyai ibu, namanya Esti. Karena saya sudah terbiasa bergaul dengan keluarga Tante Esti, maka Tante Esti menganggap saya sudah seperti anaknya sendiri. Sehingga Tante Esti tidak merasa malu untuk bertingkah wajar di hadapanku, terutama sekali dia sudah terbiasa berpakaian minim, meskipun saya ada di depannya.

Apabila selesai mandi, dan keluar dari kamar mandi, Tante Esti tanpa malu-malu jalan di hadapan saya hanya dengan melilitkan handuk di tubuhnya. Sehingga dengan jelas sekali terlihat kemolekan tubuhnya. Warna kulitnya yang putih bersih, dengan bentuk pantat yang bulat dan sintal, serta sepasang lengan yang indah dengan bebasnya dapat dipandangi, meskipun saya pada saat itu masih kecil, tetapi secara naluri, saya sudah ingin juga melihat kemolekan tubuh Tante Esti.

Hubungan dengan Yudi tetap baik, meskipun saya sudah kuliah ke lain kota, hubungan saya dengan keluarga Tante Esti juga tetap tidak berubah. Kalau saya pulang ke rumah sebulan sekali, saya selalu sempatkan main ke rumah Yudi.

Setelah kematian suaminya, Tante Esti selama kurang lebih 3 tahun tetap menjanda. Meskipun sebenarnya banyak laki-laki yang tertarik padanya, karena Tante Esti ini orangnya cantik, seksi, kulitnya kuning, bicaranya ramah dan supel. Penampilannya selalu nampak bersih dan elegan.

Tetapi semuanya kumbang-kumbang yang ingin mendekat ditolak, karena alasan Tante Esti pada saat itu katanya lebih berkonsentrasi untuk dia dalam mengasuh anak-anaknya. Tetapi setelah 3 tahun menjanda, akhirnya dia menikah dengan seorang duda dan membawa satu anak perempuan. Tetapi perkawinan ini hanya bertahan kurang lebih 2 tahun, karena suaminya yang baru ini akhirnya juga meninggal.

Setelah saya dewasa, rasa tertarik saya dengan Tante Esti semakin menggebu. Tubuh yang seksi, pantat yang padat, dan betis yang kecil serta indah selalu menjadi sasaran mata saya. Terkadang saya sering mencuri pandang dengan Tante Esti, pada saat ngobrol dengan Yudi dan kebetulan Tante Esti lewat. Apalagi kalau sedang ngobrol dengan Yudi dan Tante Esti ikut, wah rasanya jadi senang sekali. Bahkan sering saya sengaja main ke rumah Yudi, dimana pada saat Yudi tidak ada di rumah, sehingga saya dengan leluasa dapat ngobrol berdua dengan Tante Esti.

Meskipun keinginan untuk bercinta dengan Tante Esti selalu menggebu, tetapi saya masih kesulitan untuk mencari cara memulainya. Terkadang rasa ragu dan malu selalu menghantui, takut kalau nanti Tante Esti menolak untuk diajak bercinta. Tetapi kalau kemauan sudah kuat, segala cara akan ditempuh demi tercapainya keinginan. Hal ini terjadi secara kebetulan, ketika suatu sore Tante Esti minta tolong saya untuk mengantarkan melihat komplek apartemen yang baru di tengah kota, karena dia bermaksud apartemen untuk investasi di masa depan.

Kami berdua berangkat dengan memakai mobil saya. Karena lokasinya masih baru dan masih dalam tahap pembangunan, sehingga sesampainya di lokasi, suasananya terlihat sepi, tidak ada seorang pun di tempat itu. Kami berdua berkeliling-keliling dengan berjalan kaki melihat-lihat apartemen yang baru dibangun. Saya ajak Tante Esti masuk ke salah satu apartemen yang sedang dibangun, yang tentunya masih kosong, kami melihat-lihat ke dalamnya.

Kami berjalan berdampingan, dan setelah masuk ke salah satu ruangan yang sedang dibangun, tentunya dengan dipinjami kunci unit karena kebetulan si tante ini kenal dengan marketingnya. Dengan tiba-tiba saya dekap pundaknya, saya rekatkan ke dada saya, perasaan saya pada saat itu tidak menentu, antara senang, takut kalau-kalau dia marah dan menampar saya, danperasaan birahi yang sudah sangat menggebu. Tetapi syukur, ternyata dia hanya tersenyum memandang saya.

Melihat tidak ada penolakan yang berarti, saya mulai berani untuk mencium pipinya, lagi-lagi dia hanya tersenyum malu sambil pura-pura menjauhkan diri dan sambil berkata, "Ach.. Donny ini ada-ada saja.."
Saya berkata, "Tante Esti marah yaa..?"
Dia hanya menjawab dengan gelengan kepala dan sambil tersenyum terus menundukkan kepala.

Melihat bahasa tubuh yang menunjukkan "lampu Hijau", serangan saya semakin berani. Saya mengejarnya dan mendekapnya, dan akhirnya saya berhasil mencium bibirnya yang tipis, mungil dan berkilat oleh lipstick yang selalu menghiasi bibirnya. Sambil saya bersandar di dinding, saya dekap dengan erat tubuh Tante Esti.
Saya cium bibirnya, "Uhhmm.." dia bergumam dan balas memeluk dengan erat.
Ternyata tanpa diduga, Tante Esti membalas ciuman saya dengan bergairah. Saya kembali balas ciumannya yang sangat bergairah dengan permainan lidah saya. Lidah kami sudah menari-nari. Kedua tangan saya sudah mencari sasaran-sasaran yang sensitif. Bukit kembarnya yang mungil tapi masih padat dan terlihat seksi menjadi sasaran kedua tangan saya.

Kedua bukit kembar ini sudah lama kuidam-idamkan untuk menjamahnya. Kami berciuman agak lama. Nafas Tante Esti semakin memburu. Ciuman, saya alihkan dari bibirnya yang mungil turun ke lehernya. Dia menengadahkan wajahnya sambil matanya terpejam. Menikmati rangsangan kenikmatan yang sudah lama tidak dia rasakan.
"Uchmm.. mm.." mulutnya selalu bergumam, tandanya dia menikmatinya.
Kedua tanganku saya dekapkan ke pantatnya yang bulat dan seksi. Sehingga tubuhnya semakin marapat ke tubuh saya. Dekapan kedua tangannya ke leher saya semakin diperkuat, seiring dengan lenguhan bibirnya yang semakin panjang, "Uuucchmm.. mm."

Batang kejantanan yang tegang sejak berangkat dari rumahnya Tante Esti, kini ditekan dengan kencang oleh tubuh Tante Esti yang bergoyang-goyang. Rasa nikmat menjalar dari batang kejantananku mengalir naik ke ubun-ubun. Ciumanku terus turun setelah beberapa lama singgah di lehernya, turun menuruni celah bukit kembarnya. Kedua BH-nya yang berwarna merah muda, serasi dengan kulitnya yang putih, semakin menambah indahnya payudara Tante Esti.

Karena tubuh Tante Esti agak kecil, saya agak sedikit berjongkok, agar mampu mencium kedua payudaranya yang sudah mengeras. Kedua tangan saya pergunakan untuk menahan punggungnya yang mulai melengkung atas sensasi ciuman saya ke payudaranya. Deru nafas Tante Esti semakin memburu.
Gesekan tubuhnya ke batang keperkasaan saya semakin cepat frekuensinya, dan akhirnya, "Udach acch Donni.. jangan disini, nggak enak kalau nanti ketahuan.." sambil berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan saya.
"Sebentar Tannnn..!" jawab saya dengan mulut tidak bergeser dari payudaranya.

"Donny, nanti kita lannjuttkan saja di llain ttemmpat.." suranya terputus-putus karena tersengal oleh nafasnya yang memburu.
"Oke dech Tante Esti, tapi Tante Esti harus janji dulu, kapan dilanjutkannya dan dimana..?" tanyaku sambil masih mendekap dengan erat tubuh Tante Esti.
"Besok pagi saja di rumahku jam sepuluh. Karena kalau pagi rumahku sepi."
"Oke dech, besok pagi jam sepuluh saya datang lagi."
"Yuk kita pulang, anter aku dulu ke rumah, anak nakaall..!" pinta Tante Esti manja sambil mencubit hidungku.
"Aku antar ke rumah, tapi kasih dulu uang muka untuk besok pagi." sambil mengarahkan ciuman saya ke bibirnya sekali lagi sebagai uang muka untuk besok pagi.
Dia belum sempat tersenyum karena bibirnya sudah kukulum dengan mesranya.

Hari mulai gelap dan gerimis mengiringi kepulangan kami. Kami berjalan pulang ke rumah Tante Esti, tetapi suasana dalam perjalanan pulang sudah jauh berbeda dengan suasana ketika kami berangkat tadi. Karena ketika kami berangkat tadi, perilaku kami sebagai seorang tante dengan "keponakannya", tapi sekarang sudah berubah menjadi perjalanan seorang tante dengan "selingkuhannya".

Selama perjalanan, Tante Esti menggoda saya, "Waduh.., ternyata selama ini saya salah, saya kirain Donny itu orangnya alim, tapi ternyata.."
"Ternyata enak khan..?" goda saya sambil mencubit dagunya yang menggemaskan. Kami berdua tertawa berderai.
"Kalau tahu gitu, mending dari dulu yaa..?" kata Tante Esti menggoda.
"Iya kalau dari dulu, veggy Tante Esti mungkin tidak karatan ya..?" balasku menggoda.
"Emangnya besi tua..!" jawab Tante Esti bersungut.
"Bukan besi tua, tapi besi pusaka." jawab saya.

Selama perjalanan, tangan Tante Esti tidak henti-hentinya selalu meremas tangan saya yang sebelah kiri (sebelah kanan untuk pegang setir). Untung mobilku matic jadi lebih leluasa untuk selalu dipegang dan diremas-remas oleh Tante Esti.
"Tann.., jangan tanganku aja donk yang diremas-remas..!" pinta saya dengan manja.
"Lha yang mana lagi yang minta diremas..?"
"Ya yang nggak ada tulangnya donk yang diremas."
"Dasar anak nakal." Tante Esti tersenyum, tapi tangannya beralih untuk meremas kemaluanku tegang belum tersalurkan.

Ternyata Tante Esti tidak hanya meremas kemaluanku, melainkan juga menciuminya.
"Tan....... bebas aja lho tan ......jangan sungkan-sungkan, anggap aja milik sendiri." goda saya sambil tersenyum.
"Terus minta diapakan lagi..?" pancing Tante Esti.
"Yaa.., kalau mau dicium juga boleh." jawab saya.
"Emangnya nggak kelihatan orang..?" tanyanya ragu.
"Khan udah malem, lagian hujan, pasti nggak kelihatan."

Tanpa menunggu jawaban, tangan Tante Esti sudah mulai membuka resluiting celana dan mengeluarkan rudal saya. Saya geser kursi saya agak ke belakang, agar Tante Esti dapat leluasa mempermainkan rudal indah milik saya. Dirabanya rudal itu dan diciuminya, akhirnya bibirnya yang mungil mengulum dan menjilatinya. Terasa mendapat aliran listrik yang menggetarkan ketika lidah Tante Esti menjilati kepala rudal saya. Dan terasa hangat dan basah ketika mulutnya mengulum batang kejantanan saya yang semakin menegang. Dua perasaan yang penuh sensasi berganti-ganti saya rasakan. Antara getaran karena jilatan lidah dan hangatnya kuluman saling berganti. Kedua kaki terasa tegang, dan pantat saya tidak terasa terangkat karena sensasi yang ditimbulkan oleh kuluman bibir Tante Esti yang ternyata sangat ahli dalam hal ini.

Untuk menghindari konsentrasi yang terpecah, terpaksa saya meminggirkan mobil ke jalur lambat, dan memberhentikan mobil. Keadaan sangat mendukung, karena pada saat itu tepat dengan turunnya hujan, dan lalu lintas kendaraan agak sepi, sehingga kami berdua tidak merasa terganggu untuk melanjutkan permainan di dalam mobil.

Tante Esti mengulum kemaluan saya dengan semangat. Kepalanya terlihat turun naik-turun naik yang terkadang cepat, terkadang lambat. Mulutnya terus bergumam, sebagai tanda bahwa dia juga menikmatinya. Kedua tangan saya memegang kepala Tante Esti naik-turun mengikuti gerakannya. Kaki semakin kejang dengan pantat saya yang naik turun akibat rasa sensasi yang luar biasa. Untuk mengimbangi permainannya, pantat Tante Esti yang terlihat nungging, saya remas dengan tangan kiri, sementara tangan kanan masih membelai susu Tante Esti, saya remas dengan pelan kedua susunya bergantian dengan tangan kanan.

Resluiting rok bawahnya yang ada di pantat, mulai saya buka, terlihat CD-nya yang berwarna merah muda. Saya masukkan tangan kiri ke dalam CD-nya dan meremas dengan gemas pantatnya yang padat berisi. Tangan saya bergerak turun menelusuri celah pantatnya, dan sekarang menuju liang kemaluannya. Kemaluannya saya sentuh dari belakang, dan terasa sudah sangat basah dan merekah. Saya belai-belai bibir luar keperempuanannya dan akhirnya saya belai-belai klitnya. Merasa klitnya tersentuh oleh jari saya, pantat Tante Esti semakin dinaikkan, dan terasa tegang, kuluman ke batang kejantanan saya semakin kencang. Tangan kanan saya masih meremas-remas susunya yang semakin tegak. Melihat perpaduan antara belaian klitoris, remasan susu dan kuluman rudal, suara kami jadi semakin maracau.

Pantat kami semakin naik turun. Erangan kenikmatan dan sensasi aliran listrik menjalar ke sekujur tubuh kami. Tiba-tiba Tante Esti melepaskan kulumannya. Dia kembali ke posisi duduk dan telentang sambil matanya tetap terpejam oleh kenikmatan yang sudah bertahun-tahun tidak dirasakan. Saya tahu maksudnya, bahwa dia minta gantian agar keperempuanannya dijilati.

Saya singkapkan roknya, dan Tante Esti dengan tergesa-gesa melepaskan sendiri CD-nya, seakan tidak sabar dan tidak ingin ada waktu luang yang terputus. Kedua kakinya sudah ditelentangkan, kemaluannya yang mungil dengan bulu-bulu halus dan terawat sudah kelihatan merekah. Saya dekatkan mulut saya ke liang senggamanya, tetapi saya baru akan menjilati kedua selangkangannya terlebih dahulu. Dia meremas-remas rambut saya. Kedua kakinya mengejang-ngejang dan bergerak-gerak tidak terkontrol. Pantatnya digerak-gerakkan naik turun. Ini artinya Tante Esti sudah sangat penasaran dan sangat gemas agar kemaluannya ingin dijilati. Dia kelihatan penasaran sekali. Saya jilati bibir kemaluannya.

Harumnya yang khas kemaluan Perempuan semakin merangsang saya. Remasan-remasan di kepala saya semakin kuat. Akhirnya saya buka bibir kemaluannya, saya jilati klitorisnya. Ketika lidah saya menyentuh klitorisnya, nafas lega dan erangan kenikmatan keluar dari mulutnya.

"Uuuhh.. uhh.. uughh..!" terus menerus keluar dari mulutnya.
Kepalanya selalu bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri. Remasan remasan tangan kirinya sekarang beralih ke punggung saya, sedangkan tangan kanannya berusaha mencari batang keperkasaan saya dan akhirnya meremas-remas dan mengocoknya. Tangan yang lembut dengan kocokan dan remasan yang halus, memijat-mijat batang kejantanan saya, memberikan sensasi tersendiri pada rudal kebanggaan milik saya.

Lidah saya berputar-putar di klitorisnya, usapan-usapan lidah di dinding vagina, terkadang saya selingi dengan isapan dan gigitan halus di klitorisnya, membuat dia semakin marancu, "Uuugghh.. geellii banggeett..! Uuuff.., ggellii bannget..! Uuff ggllii.."

Dan secara tiba-tiba kedua tangannya mencakar punggung saya, kedua kakinya menegang, dadanya membusung naik diikuti dengan getaran tubuh yang hebat sambil mengerang, "Uuugghhff Donnny.., uuff aku mmauu kkeelluua.. aarr.."
Nafasnya tersengal dan memburu, tandanya dia sudah sampai di puncak kenikmatan seorang Perempuan.

"Donnny.., kamu belum yaa..? Sini kukulum biar cepet nyampai." suara Tante Esti sambil nafasnya masih memburu.
Dia membungkuk di pangkuan saya, saya telentang di jok. Dia kembali mengulum batang kejantanan saya. Bibir yang manis dan mungil kembali mengocok-ngocok rudal saya. Lidahnya dengan lembut menyapu kepala kemaluan saya. Sensasi yang tadi sempat terputus, kembali dapat saya rasakan. Kaki saya menegang, pantatku terangkat, tangan saya meremas-remas kedua pipinya. Aliran listrik menjalar dari kepala kejantanan saya, naik ke ubun-ubun dan sekujur tubuh. Aliran tersebut kembali lagi bersama-sama mengarah ke ujung rudal saya, ke kepala kemaluan saya, dan akhirnya keluar bersama-sama dengan cairan putih dan kental ke mulut Tante Esti, ke bibir Tante Esti, ke hidungnya dan ke pipinya, banyak sekali. Seakan-akan habis sudah cairan yang ada di tubuh ini, lemas kedua tubuh kami. Untuk sejenak kami berdua berdiam diri, untuk menikmati sensasi kami, untuk mengatur nafas kami dan untuk menenangkan perasaan kami.

Kami berdua telentang di jok kami masing-masing, dengan kemaluan kami yang masih terbuka. Kami saling berpandangan dan tersenyum puas. Tangan kanan Tante Esti meremas tangan kiriku, saya tidak tahu apa artinya, apakah ucapan terima kasih, pujian ataukah janji untuk mengulangi lagi apa yang telah kami lakukan.

Setelah istirahat sejenak, Tante Esti mengambil tisue dan membersihkan cairan kental yang belepotan di perutku dan kemaluan saya. Tante Esti memmbersihkannya dengan mesra dan terkadang bercanda dengan mencoba meremas dan membangunkan kembali rudal saya.
"Tan. Jangan digoda lagi lho, kalau ngamuk lagi gimana..?" kataku bercanda.
"Coba aja kalau berani, siapa takut..!" jawabnya sambil menirukan iklan di TV.
Setelah membersihkan kemaluanku, dia juga membersihkan kemaluannya dengan tisue, dan memakai kembali CD-nya, merapihkan rok, blus dan BH-nya yang kusut. Sementara saya juga merapihkan kembali celana saya.
Dia menyisir rambutnya, dan merapikan kembali riasan wajahnya, sambil melirik dan tersenyum ke saya penuh bahagia.

"Tannn.., besok tetap lho ya jam sepuluh pagi." saya mengingatkan.
"Pasti donk, mana sih yang nggak pengin sarang burungnya dimasukin burung." canda dia.
"Apalagi sarangnya sudah kosong lama ya Tan..?" godaku.
"Pasti enak kok kalau udah lama." jawab dia.
Setelah kami semua rapih, Tante Esti aku antar pulang dengan tetap berdekapan, dia tertidur di dadaku, tangan kiri saya untuk mendekap dia dan tangan kanan saya untuk pegang stir.
Sesampainya di rumah Tante Esti, cuaca masih gerimis. Tante Esti menawarkan untuk mampir sebentar di rumah.
"Don, masuk dulu yuk..! Aku buatkan kopi hangat kesukaanmu." ajak Tante Esti.
"Oke dech, aku parkir dulu mobilnya ya..?"

Sampai di dalam rumah Tante Esti, ternyata Yudi tidak ada. Menurut Mbok Yem, pembantu Tante Esti, katanya Yudi hari ini tidak pulang, karena diminta atasannya dinas ke luar kota.
"Don, ternyata Yudi malam ini nggak pulang. Kamu tidur aja disini, di kamar Yudi." pinta Tante Esti sambil senyum penuh arti.
Aku tahu kemana arah pembicaraan Tante Esti.
"Nggak mau kalau tidur di kamar Yudi, aku takut sendirian." godaku.
"Emangnya takut sama siapa..?"
"Ya takut kalau Tante Esti nanti nggak nyusul ke kamarku."
"Ssstt..! Jangan keras-keras, nanti ada yang denger." Tante Esti cemberut, takut kalau ada yang dengar.
"Ya udah, aku tidur sendiri di kamar Yudi, kalau nanti malam saya dimakan semut, jangan heran lho Tan..!" saya pura-pura merajuk.
"Nggak usah ribut, mandi sana dulu, nanti malam kalau semua orang udah pada tidur, kamu boleh nyusul aku ke kamar, nggak saya kunci kamarku." bisik Tante Esti pelan.
"Siip dach..!" aku ceria dan langsung pergi mandi.

Habis mandi, badan saya terasa segar kembali. Saya langsung pergi ke kamar, pura-pura tidur. Tetapi di dalam kamar saya membayangkan apa yang akan saya lakukan nanti setelah berada di kamar Tante Esti. Saya akan bercinta dengan orang yang sudah bertahun-tahun saya idamkan.

Jam di kamar saya menunjukkan pukul 10:30 malam. Kudengarkan kondisi di luar kamar sudah kelihatan sepi. Tidak terdengar suara apapun. TV di ruang keluarga juga sudah dimatikan Mbok Yem kira-kira jam 10 tadi. Mbok Yem adalah orang yang terakhir nonton TV setelah acara Sinetron yang merupakan acara kegemaran Mbok Yem. Untuk mempelajari suasana, saya keluar pura-pura pergi ke kamar mandi. setelah benar-benar sepi, saya mengendap-endap masuk ke kamar Tante Esti.

Lampu di kamar Tante Esti remang-remang. Tante Esti tidur telentang dengan mengenakan daster tipis yang semakin memperindah lekuk tubuh Tante Esti. Tubuh Tante Esti yang mungil tapi padat berisi, terlihat tampak sempurna dibalut daster tersebut. Dengan tidak sabar saya dekap tubuh Tante Esti yang sedang telentang bagaikan landasan yang sedang menunggu pesawatnya mendarat.
Tante Esti saya dekap hanya tersenyum sambil berbisik, "Sudah nggak sabar ya..?"
"Ya Tann, perasaan waktu kok berjalan pelaan sekali.."
Saya cium belakang telinganya yang mungil dan ranum, kemudian ciuman saya bergeser ke pipinya dan akhirnya ke bibirnya yang mungil dan juga ranum. Kedua tangan Tante Esti mendekap erat di leher saya. Tangan saya yang kiri saya letakkan di bawah kepala Tante Esti untuk merangkulnya. Sedangkan tangan kanan saya gunakan untuk membelai dan melingkari sekitar susunya. Dan dengan perlahan dan lembut, telapak tangan saya gunakan untuk meremas-remas lingkaran luar payudaranya, dan ternyata Tante Esti sudah tidak memakai BH lagi.

Erangan-erangan lembut Tante Esti mulai keluar dari bibirnya, sedangkan kedua kakinya bergerak-gerak menandakan birahinya mulai timbul. Remasan-remasan tanganku di seputar susunya mendapatkan reaksi balasan yang cukup baik, karena kekenyalan susu Tante Esti kelihatan semakin bertambah. Tangan kanan saya geserkan ke bawah, sebentar mengusap perutnya, beralih ke pusarnya, dan akhirnya saya gunakan untuk mengusap kewanitaannya. Ternyata Tante Esti juga sudah tidak memakai CD, sehingga kemaluannya yang bulat dan mononjol, serta kelembutan rambut kemaluannya dapat saya rasakan dari luar dasternya.

Kedua kakinya semakin melebar, memberikan kesempatan seluas-luasnya tangan saya untuk membelai-belai kewanitaannya. Ciuman saya beberapa saat mendarat di bibirnya, kemudian saya alihkan turun ke lehernya, ke belakang telinganya, dan akhirnya turun ke bawah, melewati celah di bukit kembarnya. Saya ciumi lingkaran luar bukit kembarnya, sebelum akhirnya menyiumi puting susunya yang sudah mengacung. Ketika lidah saya menyium sampai ke putingnya, nafas Tante Esti kelihatan mengangsur, menunjukkan kelegaan.
"Uuuccghh.. Donnnni..!"
Tali daster yang menggantung di pundaknya, saya pelorotkan sehingga menyembullah kedua bukit kembarnya yang kenyal, dengan kedua putingnya yang sudah mengacung dan tegang. Saya ciumi sekali lagi kedua bukit kembarnya, dan saya jilati putingnya dengan lidah. Sementara kedua jari dari tangan kanan saya secara bersamaan membelai-belai kedua selangkangannya, yang terkadang diselingi dengan usapan kemaluan luarnya dengan telapak tangan kanan saya.

Belaian ini memberikan kehangatan di bibir kewanitaannya, selain untuk meningkatkan rasa penasaran liang senggamanya.
Jari tengah saya gunakan untuk mebelai-belai bibir luar kemaluannya yang sudah sangat basah. Saya usap klitorisnya dengan lembut dan pelan dengan menggunakan ujung jari, membuat Tante Esti semakin menikmati belaian lembut klitorisnya. Bibir kewanitaannya semakin merekah dan semakin basah.
Lidahku masih menari-nari di kedua putingnya yang semakin keras, jilatan lidah saya memberikan sensasi yang kuat bagi Tante Esti. Terbukti dia semakin erat meremas rambut saya, deru nafasnya semakin memburu dan lenguhannya semakin kencang.

"Uuuccgghh.. Aaa....Doni.. uugghh.. eennaaggkk.."
Saya jilati kedua putingnya kanan dan kiri bergantian, sambil meremasi dengan lembut tetapi sedikit menekan kedua susunya dengan kedua tangan saya.
Setelah saya puas menciumi susunya, ciuman saya geser ke arah perutnya, saya jilati pusarnya, kembali Tante Esti sedikit menggelinjang, mungkin karena kegelian. Ciuman terus saya geser ke bawah, ke arah pahanya, turun ke bawah betisnya, terus naik lagi ke atas pahanya, kemudian ciuman saya arahkan ke rambut kemaluannya yang lebat.

Mendapat ciuman di rambut kemaluannya, kembali Tante Esti menggelinjang-gelinjang. Saya buka bibir kemaluannya yang merekah, saya ciumi dan jilati seputar bibir kewanitaannya, terus lidah saya diusapkan ke klitorisnya, dan bergantian saya gigit, terkadang saya hisap klitorisnya.
Setiap sentuhan lidah saya menjilat pada klitorisnya, tangan Tante Esti menjambak rambut saya. Kepalanya menggeleng-geleng, dengan dada yang dibusungkan, kedua kakinya mendekap erat leher saya, dan kicaunya semakin tidak karuan, "Uuuccgghh.. Aaahgg....Doni.. uughh.. ggeellii.. uuff.. ggeellii.. seekkaallii.."

Cairan yang keluar dari kemaluannya semakin banyak, bau khas liang vaginanya semakin kuat menyengat. Rintihan, lenguhan yang keluar dari mulut Tante Esti semakin kacau. Gerakan-gerakan tubuh, kaki dan gelengan-gelengan kepala Tante Esti semakin kencang. Dadanya tiba-tiba dibusungkan, kedua kakinya tegang dan menjepit kepala saya. Saya mengerti kalau saat ini detik-detik orgasme akan segera melanda Tante Esti. Untuk memberikan tambahan sensasi kepada Tante Esti, maka kedua putingnya saya usap-usap dengan kedua jari tangan, dengan mulut tetap menyedot dan menghisap klitorisnya, maka tiba-tiba, "Aaauughh.. AallvDoni aakk.. kkuu.. kkeelluuarr.. Aaacchh..!"

Saya tetap menghisap klitorisnya. Dan dengan nafas masih terengah-engah, Tante Esti bangun dan duduk.
"Ayo Don.., gantian kamu tidur aja telentang..!" kata Tante Esti sambil menidurkan saya telentang.
Gantian Tante Esti telungkup di samping saya. Tangannya yang lembut sudah mulai mengelus-elus batang kemaluan saya yang sudah sangat tegang. Mulutnya yang mungil mencium bibir, terus turun ke puting. Saya merasa sedikit kegelian ketika dicium puting saya. Mulutnya terus turun mencium pusar, dan akhirnya saya rasakan ada rasa hangat, basah dan sedikit sedotan sudah menjalar di rudal saya. Ternyata Tante Esti mulai mengocok dan mengulum kejantanan saya. Tante Esti mengulumnya dengan penuh nafsu. Matanya terpejam tetapi kepalanya turun naik untuk mengocok rudal saya.

Kepala kemaluan saya dijilatinya dengan lidah. Tekstur lidah yang lembut tapi sedikit kasar, membuat seakan ujung jari kaki saya terasa ada getaran listrik yang menjalar di seluruh kepala. Jilatan lidah di kepala rudal memang sangat enak. Aliran listrik terus menerus menjalar di sekujur tubuh saya. Kepala Tante Esti yang naik turun mengocok kejantanan saya yang saya bantu pegangi dengan kedua tangan. Kocokannya semakin lama semakin kuat, dan hisapan mulutnya seakan meremas-remas seluruh batang keperkasaan saya. Seluruh pori-pori tubuh saya seakan bergetar dan bergolak. Getaran-getaran yang menjalar dari ujung kaki dan dari ujung rambut kepala, seakan mengalir dan bersatu menuju satu titik, yaitu ke arah rudal keperkasaan saya.

Getaran-getaran tersebut makin hebat, akhirnya kemaluan saya menjadi seolah tanggul yang menahan air gejolak. Lama-lama pertahanan kemaluanku seakan jebol, dan tiba-tiba saya menjerit.
"Mmmmmppphhh..Tan.. aaggkkuu kkelluuaarr..!"
Mendengar saya mengerang mau keluar, mulut Tante Esti tidak mau melepaskan batang kejantanan saya, tetapi malah kulumannya dipererat. Mulut Tante Esti menyedot-nyedot cairan yang keluar dari rudal saya dengan lahapnya, seakan tidak boleh ada yang tersisa. Batang kemaluan saya dihisap-hisapnya seakan menghisap es lilin. Sensasinya sungguh sangat dahsyat. Ternyata Tante Esti sangat ahli dalam permainan oral.

Nafas saya sedikit tersengal, badan sedikit lemas, karena seakan-akan semua cairan yang ada di tubuh, mulai dari ujung kaki sampai dengan kepala, habis keluar tersedot oleh Tante Esti.
Tante Esti tersenyum puas sambil menggoda, "Gimana rasanya..?"
"Waduh.., Tan ..... luar biasa.." jawabku sambil masih terengah-engah.
"Nggak kalahkan dengan yang muda..?" kata Tante Esti dengan berbangga.
"Yaa jelas yang lebih pengalaman donk yang lebih nikmat."

Kami istirahat sejenak sambil minum. Tetapi ternyata Tante Esti memang luar biasa. Baru istirahat beberapa menit, tangannya sudah mulai bergerak-gerak di perut, di paha dan di selangkangan saya, membuat rasa geli di sekujur tubuh. Tangannya kembali meremas-remasbatang kemaluan saya. Karena masih darah muda, maka hanya sedikit sentuhan, kemaluan saya langsung berdiri dengan gagahnya mencari sasaran.

Melihat batang keperksaan saya dengan cepatnya berdiri lagi, wajah Tante Esti kelihatan berseri-seri. Sambil tangannya tetap mengocoknya, kami saling berciuman. Bibir Tante Esti yang mungil memang sangat merangsang semua laki-laki yang melihatnya. Ciuman yang lembut dengan usapan-usapan tangan saya ke arah putingnya, membuat birahi Tante Esti juga cepat naik. Putingnya seakan-akan menjadi tombol birahi. Begitu puting Tante Esti disenggol, lenguhan nafasnya langsung mengencang, kedua kakinya bergerak-gerak, pertanda birahinya menggebu-gebu.

Saya usap liang senggamanya dengan tangan, ternyata liang kenikmatan Tante Esti sudah sangat basah.
"Gila bener tante ini, cepet sekali birahinya..," pikir saya dalam hati.
Tante Esti menarik-narik punggung saya, seakan-akan memberi kode agar senjata rudal saya segera dimasukkan ke sarangnya yang sudah lama tidak dikunjungi burung pusaka.
"Ayo dong Don..! Cepetan, Tanttte sudah nggak tahan nich..!"
Alat kelamin saya sudah semakin tegang, dan saya sudah tidak sabar untuk merasakan kemaluan Tante Esti yang mungil. Saya sapukan perlahan-lahan kepala kejantanan saya di bibir kewanitaannya.

Kelihatan sekali kalau Tante Esti menahan nafas, tandanya agak sedikit tegang, seperti gadis yang baru pertama kali main senggama. Setelah menyapukan kepala rudal saya beberapa kali di bibir kenikmatannya dan di klitorisnya. Akhirnya saya masukkan burung saya ke sarangnya dengan sangat perlahan.
Kedua tangan Tante Esti meremas pundak saya. Kepalanya sedikit miring ke kiri, matanya terpejam dan mulutnya sedikit terbuka sangat seksi sekali, tandanya Tante Esti sangat menikmati proses pemasukan batang kejantanan saya ke liang senggamanya. Lenguhan lega terdengar ketika kepala kemaluanku membentur di dasar liang kenikmatannya.

Saya diamkan beberapa saat rudal saya terbenam di liang senggamanya untuk memberikan kesempatan kemaluan Tante Esti merasakan rudal kenikmatan dengan baik.
Saya pompakan batang kejantanan saya ke liang senggama Tante Esti dengan perasaan kenikmatan yang tidak terkira perlahan terus menerus.
Setiap kali tusukan saya penuh sampai ujung dan selalu diiriringi rintihan si tante karena batang saya yang menmbus mentok kedalam vagina, saya kocok-kocokkan kejantanan saya beberapa lama, akhirnya saya rasakan kaki Tante Esti melingkar kuat di pinggang saya.

Kedua tangannya mencengkram punggung saya, dan dadanya diangkat membusung, seluruh badannya tegang mengencang, diikuti dengan lenguhan panjang, "Aaacchh.. aauugghh.. Aaghhh..Doni.. aakku.. kkeelluuaa.. aa.. rr..!"
Batang kemaluan saya terasa sangat basah dan dicengkram sangat kuat. Merasakan remasan-remasan pada rudal saya yang sangat kuat, membuat pertahann saya juga seakan makin jebol dan akhirnya, "Ccrroot.. croot.. crrot..!" saya juga keluar.

Setelah permainan itu, saya sering melakukan hubungan seks berkali-kali, bisa seminggu dua kali saya melakukan hubungan seks dengan Tante Esti. Ternyata nafsu seks Tante Esti cukup besar, kalau satu minggu saya tidak bermain seks dengan Tante Esti, pasti Tante Esti akan main ke rumah, ataupun setelah bekerja, dia akan menelpon saya di kantor untuk meminta jatah.
Saya melakukan hubungan seks dengan Tante Esti bisa dimana saja, asal tempatnya memungkinkan. Baik di rumah saya, di rumah dia, di hotel, di mobil, di garasi, di kamar mandi sambil berendam di bath-tub, di dapur sambil berdiri, bahkan aku pernah bermain seks di atas kap mesin mobil saya. Ternyata berhubungan seks itu kalau dengan perasaan agak takut dan terkadang tergesa-gesa, memberikan pengalaman tersendiri yang cukup mengasyikkan.