Google Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Rabu, 16 Januari 2013

xxx


Tanah itu masih merah. Bunga yang tertabur di atasnya juga masih segar. Bau harum langsung menyerbu hidungku saat aku mulai mengayunkan cangkul. Di langit, bulan purnama bersinar terang, menerangi tanah pekuburan itu dengan cahayanya yang lembut, membantuku untuk terus bekerja, menyingkirkan gundukan tanah itu sedikit demi sedikit. Suara burung hantu bergema di kejauhan saat aku sudah berhasil mencopot nisannya.

“Tinggal sedikit lagi,” aku berusaha untuk untuk menyemangati diriku yang sudah mulai kelelahan.

Kembali cangkulku menghantam tanah, kali ini dengan lebih kuat. Aku sudah hampir kehabisan waktu. Tengah malam sudah hampir tiba, kalau aku tidak menyelesaikan pekerjaan ini tepat pada saat itu, maka akan sia-sia lah semua yang sudah aku lakukan mulai kemarin. dan aku tidak mau itu terjadi. Kuseka peluh yang menetes di kepalaku. Bajuku sendiri sudah basah dari tadi. Ketika aku sudah hampir kehabisan tenaga, cangkulku menghantam bilah papan dari kayu mahoni.

“Akhirnya...” aku berseru penuh kemenangan.

Cepat aku mencabut papan itu. Bau busuk yang menguar dari mayat di bawahnya tidak aku hiraukan. Sebagai seorang juru kunci makam, aku tidak takut sedikitpun, aku sudah sering melihat mayat.

Kupandangi wajah Juragan Karta yang sudah bengkak membiru. “Maaf, Juragan. Kuharap Juragan tidak marah dengan tindakanku ini.”

Kulonggarkan kain pengikat dikepalanya. Dengan hati-hati kuselipkan tanganku, kuambil benda yang tersembunyi di belakang lehernya: sebuah telor ayam kampung. Benda itu terasa hangat, sesuatu yang aneh mengingat tubuh Juragan Karta yang sudah sedingin es. Cepat aku mengantonginya. Di langit, bulan sudah sedikit bergeser. Tengah malam baru saja berlalu, tapi tidak masalah karena aku sudah berhasil melakukan ritualku.

***

Fajar baru saja menyingsing saat aku tiba kembali di rumah. Kulihat Indah, istriku, sudah mulai sibuk di dapur.

“Darimana saja, Bang?” tanyanya sambil memasukkan beras ke dalam panci. “Jam segini baru pulang.” Dia melirikku, meminta jawaban.

“Emm, aku diminta pak RT untuk menemaninya ngobrol di rumah Juragan Karta.” sahutku berbohong.

“Menemani pak RT apa menemani si Mitha?” Indah menyindir.

Mitha adalah istri kelima Juragan Karta. Umurnya baru 21 tahun. Orangnya cantik dan sangat seksi, maklum gadis kota. Sebagai orang terkaya di desa, Juragan Karta memang mempunyai banyak istri.

Sebenarnya Indah juga cantik, tidak kalah dengan si Mitha. Tapi setelah melahirkan anak kami yang pertama, dia jadi sedikit berubah, agak sedikit gemuk. Tambah seksi sih, tapi sudah nggak padat lagi. Payudara dan bokongnya agak sedikit menurun.

Tidak menjawab, aku beranjak ke kamar mandi untuk cuci muka. Aku tidak ingin memperpanjang masalah dengan istriku. Hatiku terlalu gembira untuk mengurusi hal-hal remeh seperti itu. Mengingat ritualku yang sukses besar tadi, sindiran istriku kuanggap angin lalu yang tidak berarti apa-apa.

Hari ini akan kutiduri si Mitha. Itu pasti!

Aku terkekeh sendirian di kamar mandi membayangkannya. Sambil gosok gigi, tak terasa penisku mulai membesar. Ahh, aku mengelusnya pelan dari luar celana. Apa harus kulampiaskan sekarang? Kulirik istriku yang masih sibuk di dapur.

Selesai mengelap muka dengan handuk, aku menghampirinya. “Masih lama, Dik?” tanyaku sambil mengelus pundaknya.

Indah menoleh dan melotot, “Sudah ah, jangan merayu. Aku masih banyak kerjaan,” dia menepiskan tanganku.

Tapi aku tidak mau menyerah. Kupeluk lagi tubuh montoknya. “Kamu cantik deh hari ini.” beginilah kalau sudah terangsang, istri belum mandi tetap dibilang cantik.

“Abang pengen ya?” tanyanya sambil mengiris bawang. Dia membiarkan tanganku bergerak ke atas gundukan buah dadanya dan mengelusnya pelan. Terasa empuk dan hangat disana.

“He-eh,” aku mengangguk. Kucoba untuk mencari putingnya, terasa tapi cuma sedikit. BH Indah terlalu tebal.

“Baru ingat ya kalau punya istri?” sindirnya tajam. “Dari kemarin aku merayu-rayu nggak direspon.”

Ah, benarkah seperti itu? aku mencoba mengingat-ingat. Tapi aku lupa. Mungkin karena saking sibuknya mempersiapkan ritual, aku sampai mengabaikannya.

“I-iya, maafkan aku!” kukecup pipinya sebagai tanda minta maaf.

Indah mendengus, tapi tidak menolak.

Kulanjutkan dengan melumat bibir tipisnya. Dia mengerang dan membalas sekilas. “Kompor... nanti gosong!” desahnya lirih. Tangannya dengan gemetar menunjuk ikan mujaer yang sedang dia goreng.

Aku segera mematikannya dan membopong tubuh mulus Indah ke dalam kamar. Tapi masih sampai di ruang tengah, dia sudah tak tahan. Indah menyudutkan tubuhku ke meja makan dan menciumiku bertubi-tubi. Ah, tumben dia seperti ini? tapi aku tidak ingin repot memikirkannya. Lebih baik kunikmati saja apa yang dia berikan.

Indah segera mencopoti bajuku dan menciumi perutku yang mulai sedikit gendut. Dia tahu, aku paling suka kalo dicium di daerah pusar. “Ughhh,” aku mengerang dan semakin terangsang. Penisku makin terasa kaku dan  tegak.

Indah yang mengetahuinya segera menarik celana pendekku ke bawah. Tampak tak sabar, dia menarik keluar penisku dan menjilatinya. Aku cukup surprise dengan kelakuannya. Sejak dulu, dia tidak pernah mau kalau kusuruh menggarap batangku. Jijik katanya. Jangankan menjilat, mencium saja dia ogah. Tapi hari ini terasa berbeda, Indah kelihatan sedikit liar dan ganas. Dan aku makin kaget saat dia membuka mulutnya dan mengoral penisku! Indah mengemut batangku yang terbilang cukup besar itu dengan cepat dan penuh nafsu, seperti makan es krim batangan.

“Ahhh.. Aaghhhh..” aku langsung merintih. Nikmat sekali rasanya, seperti melayang-layang di angkasa.

Indah terus mengemutnya dengan cepat dan panas, sampai-sampai aku harus menahan kepalanya agar tidak terlepas. ”Aaaahhh.. Sssshhs… Dik, enak sekali! Ahhhhh...” aku makin merintih keenakan.

Indah cuma tersenyum menanggapinya. Sambil mengocok penisku dengan tangan, dia berbisik. ”Bang, pagi ini akan kubuat menjadi pagi yang spesial. Mmmmupph...” dan kembali dia mengulum penisku.

Aku yang sudah tak tahan, segera menarik tubuh sintalnya ke atas. Aku tidak mau moncrot di dalam mulutnya. aku ingin menyetubuhi wanita cantik ini. Kamipun segera berpelukan satu sama lain. Indah menciumiku dengan sangat ganas, tak jarang dia menggigit kecil lidahku. Tanganku juga dibimbingnya masuk ke dalam bajunya. Rupanya dia ingin aku mempermainkan payudaranya yang besar itu. Langsung saja kusingkap BHnya dan kumainkan puting susunya yang sudah tegak memerah dengan lidahku.

Indah menggelinjang dan merintih pelan. ”Oohhh... Bang, enak banget, sayang. Teruuus..!!”

Tanganku yang satu lagi mulai merambahi selangkangannya dan istriku menyambutnya dengan merenggangkan kedua kakinya. “Ahh.. Terus, Bang!” desisnya ketika jemariku mulai menyentuh liang kemaluannya.

Aku dengan perlahan menyusuri lembah berbulu dimana di dalamnya terdapat bibir lembut yang lembab. “Ohhhh… Bang, lakukanlah! Cepat setubuhi aku!” desahnya saat mulai tak tahan menahan hasrat.

Segera kuhentikan jilatanku pada payudaranya dan mengatur posisi. Kutelentangkan tubuh montok Indah di atas meja makan. Dengan mata sayu sedikit terpejam, dia terlihat pasrah. Kedua pahanya dibuka lebar-lebar, memperlihatkan liang vaginanya yang sudah becek dan basah, siap untuk menerima hujaman batang penisku.

Indah merengkuh tubuh hitamku ketika perlahan batang penisku yang keras  mulai menyusuri lubang memeknya.

“Akhhhh… enak, Bang!” desisnya. Tangannya menekan pinggulku agar segera menggarap tubuhnya.

Aku pun menekan, dan tanpa kesulitan, batangku pun amblas seluruhnya, masuk ke dalam liang vagina Indah yang terasa hangat dan empuk, menembus hingga ke pangkalnya.

”Oughhhhhsssss...!” kami merintih berbarengan.

Sambil menciumi bibir dan payudaranya, aku pun mulai menggoyang. Kugerakkan pinggulku naik turun perlahan-lahan. Semakin lama semakin cepat. Juga semakin liar dan kasar. Sampai-sampai Indah harus mengimbangi dengan gerakan pinggulnya kalau tidak ingin kesakitan.

Tapi sepertinya wanita itu menikmatinya. “Ayo, Bang. Genjot terusss! Ahhhhh..” desisnya, terlihat mulai hilang kendali merasakan nikmat yang kuberikan.

Aku yang juga keenakan, menggerakkan pinggulku semakin cepat dan keras. Sesekali kusentakkan ke depan kuat-kuat hingga batang penisku tuntas masuk seluruhnya ke dalam memeknya.

“Oh.. Bang!” jerit Indah setiap kali aku melakukannya. Terasa batang penisku menyodok dasar lubang memeknya yang terdalam dengan telak.

“Akhhhhh.. Ahhhhhh… Aduh! Aduduh! Aakhh.. A-aku mau keluarghh!” teriaknya tertahan seperti seluruh tubuhnya terasa dialiri listrik berkekuatan rendah yang membuatnya berdesir.

“I-iya, aku juga mau keluar.” balasku sambil mempercepat genjotan ke arah tubuh sintalnya.

Tak berapa lama, terasa tubuh Indah menegang. Tangannya memelukku erat-erat, dia orgasme. Terasa cairan hangat menyiram ujung kontolku. Dan bersamaan dengan itu... aku pun menyemburkan cairan maniku ke dalam memeknya. Dengan berpeluh keringat, kami pun saling berpelukan mesra.

Saat itulah kulihat sesuatu di lehernya. Sesuatu yang membuat jantungku hampir berhenti berdetak. Di lehernya terlihat tanda seperti bekas cupangan yang berbentuk bulat sempurna seukuran koin. Itu tidak mungkin hasil perbuatanku karena aku sama sekali tidak menyentuh lehernya. Jadi... jangan-jangan! Ah, hatiku langsung panas. Ternyata Indah sudah pernah tidur dengan juragan Karta. Pantas dia tadi jadi liar. Itu bukan istriku yang sebenarnya. Indah sudah terpengaruh ilmu peletku.

Tapi dalam hati aku berseru gembira. Apa yang kulakukan selama dua hari ini ternyata tidak sia-sia. Aku berhasil. Malam nanti, giliran Mitha yang akan jadi korbanku. Awas gadis cantik, aku datang!

***

Kelelahan karena kerja semalaman membuatku tidur sampai sore. Kalau saja istriku tidak membangunkan, aku pasti akan melewatkan rencanaku terhadap Mitha, istri paling muda juragan Karta.

Selesai mandi dan ganti pakaian, aku segera mengangkat kayu bakar yang sudah kusiapkan sejak kemarin. ”Dik, aku berangkat dulu ya,” aku pamit pada istriku yang berada di kamar, sedang menyusui si kecil.

”Iya, hati-hati, Bang.” teriaknya membalas.

Dengan penuh semangat, aku melangkah menuju kediaman juragan Karta. Pariyem, istri pertamanya, kemarin pesan kayu bakar kepadaku untuk digunakan memasak di acara tahlilan suaminya. Hari ini adalah malam kedua peringatan kematian sang Juragan.

Sebentar saja, aku sudah sampai karena jarak rumahku dan kediaman juragan Karta memang tidak terlalu jauh. Sambil terus melangkah, aku memikirkan percakapan dengan istriku tadi sebelum tidur. Setelah kudesak, Indah akhirnya mengaku kalau memang pernah tidur dengan juragan Karta. Dia terpaksa melakukannya karena kepepet hutang pada rentenir untuk biaya persalinan bayi kami. Juragan Karta bersedia melunasinya asal Indah mau melayaninya di ranjang. Meski cuma sekali, tapi itu sudah cukup untuk membuatnya terkena ilmu peletku. Siapapun yang pernah tidur dengan laki-laki tua itu, akan terpengaruh oleh ilmu gaibku.

Ilmu ini tidak ada namanya. Aku mengetahuinya dari kakekku yang juga seorang juru kunci makam. Suatu hari, aku memergokinya sedang menyetubuhi mbak Mira, istri pakde Karto yang baru meninggal tiga hari yang lalu.  Saat kudesak, kakek akhirnya cerita kalau dia sudah memelet wanita cantik itu. Memang dalam kondisi normal, tidak mungkin mbak Mira yang masih muda mau tidur dengan kakekku yang sudah bau tanah, apalagi suaminya baru saja meninggal.

Kakek memeletnya dengan menaruh telor ayam perawan –ayam yang baru pertama kali bertelor- di kuburan pakde Karto. Sama seperti yang telah kulakukan di kuburan juragan Karta. Itupun dengan syarat, orang yang meninggal harus dikubur tepat pada saat bulan purnama. Telor itu harus sudah diambil sebelum tengah malam, saat bulan masih belum bergeser, kalau tidak akan sia-sia saja. Mantranya agak sedikit rumit, tapi kakek sudah mencatatkannya untukku. Dia mau memberitahukan rahasia ini setelah aku berjanji akan meneruskan pekerjaannya sebagai juru kunci makam.

Setelah memakan telor itu -sambil membaca mantra- siapapun yang pernah tidur dengan si mayat, akan bisa kita ajak tidur sampai 40 hari ke depan. Aku tidak pernah bisa mempraktekkan ilmu ini karena memang sulit sekali mencari orang yang meninggal tepat pada saat malam bulan purnama. Ataupun kalau ada, menaruh telornya yang sulit. Kalau dipergoki keluarganya, bisa-bisa kita dituduh macem-macem.

Karena itulah, begitu juragan Karta meninggal kemarin, aku benar-benar gembira. (Hmm, orang yang aneh!) dengan persiapan matang dan hati-hati, aku menjalankan ritual itu. Kuselipkan telor ayam saat aku pura-pura mengikat kembali tali pocong sang juragan yang agak sedikit kendor. Lalu malamnya, berharap tidak ada orang melihat, aku menggali makamnya untuk mengambilnya kembali. Dan aku berhasil.

Yang tak kusangka, korban pertama malah istriku sendiri. Aku tidak bisa marah kepadanya karena sudah tidur dengan juragan Karta karena itu salahku juga yang tidak becus menjadi seorang laki-laki. Karena kerja serabutan, aku jadi tidak bisa menghidupinya secara layak. Tapi tadi Indah sudah berjanji, itu yang pertama sekaligus yang terakhir. Aku yang tidak sanggup kehilangan dirinya, cuma bisa mengangguk mengiyakan.

Kini giliran kelima istri juragan Karta. Akan kugilir mereka satu per satu. Dimulai dari si Mitha, istri yang paling muda sekaligus yang paling cantik.

Di teras rumah Juragan Karta, tampak sudah mulai ramai. Beberapa orang terlihat sibuk menata tikar dan kursi plastik. Selebihnya cuma duduk-duduk menonton sambil mengobrol ringan. Sambil menyapa basa-basi, aku terus melangkahkan kakiku menuju ke belakang, ke arah dapur. Disitu, banyak ibu-ibu berkumpul untuk memasak dan menata makanan yang sudah jadi. Beberapa kukenal karena mereka memang tetanggaku. Tapi banyak juga yang asing, mungkin itu adalah saudara atau sanak famili juragan Karta.

”Taruh kayunya disitu, Mal.” kata Bu Sofi, istri pak RT. Tangannya menunjuk tumpukan kayu sisa kirimanku kemarin. ”Kok telat banget? Kukira lupa tadi.” wanita itu tersenyum kepadaku, hal yang sangat jarang dia lakukan.

Curiga, aku pun melirik lehernnya. Seperti dugaanku, meski sedikit tertutup kerah baju, bisa kulihat tanda itu. Bulatan merah sempurna seukuran koin. Dia pernah tidur dengan juragan Karta! Wah, kalau yang alim seperti Bu Sofi saja melakukannya, apalagi yang...

Aku segera mengedarkan pandangan ke seluruh dapur. Kupandangi leher setiap orang satu per satu. Seperti mendapat durian runtuh, aku bersorak dalam hati. Hampir separo dari wanita di dapur itu memilikinya. Mulai dari Reni, siswi kelas tiga SMA keponakan juragan Karta yang manis dan centil, hingga Mak Yem, janda berumur 60 tahun yang sudah peyot dan keriput. Aku benar-benar beruntung. Baru pertama kali mempraktekan ilmu ini, sudah bisa dapat calon korban sebanyak ini. Hebat juga juragan Karta, bisa meniduri mereka semua.

Sayang, tidak kulihat Mitha di ruangan itu. Padahal dia yang menjadi orang nomor satu di dalam daftarku. Tapi tidak apalah, dia bisa disimpan buat kapan-kapan. Toh aku masih punya waktu 39 hari lagi.

Kuedarkan kembali pandanganku. Kuteliti satu per satu wanita di dapur untuk mendapatkan yang pas sesuai seleraku. Karena banyaknya pilihan, aku jadi jual mahal. Harus kudapatkan yang terbaik! Pilihanku akhirnya jatuh pada Linda, ibu muda cantik yang tinggal di ujung gang. Suaminya bekerja jadi tukang batu di kota, jadi jarang pulang.

Aku tidak tertarik untuk menyelidiki bagaimana dia bisa tidur dengan juragan Karta, yang penting adalah, aku bisa menikmati dan merasakan tubuh montoknya sekarang.

Aku segera beranjak menghampirinya yang saat itu sedang sibuk menggoreng ikan. Seperti biasa, Linda menggunakan baju longgar untuk menutupi tubuh montoknya yang menggiurkan. Dia seperti tidak ingin  terlalu mengeksposnya. Itu yang kukagumi dari dia. Dan itu pula yang membuatku makin penasaran. Dari segi wajah, dia juga luar biasa. Linda sangat cantik dan manis. Kelembutan kulitnya tidak kalah dengan remaja belasan tahun.

Aku tahu kalau Linda mempunyai tubuh yang bagus dari istriku. Dia pernah bilang ingin diet agar bisa langsing dan seksi seperti Linda. Sejak saat itulah, diam-diam aku jadi sering memperhatikan istri tetanggaku itu. Dan apa yang dikatakan Indah memang benar, Linda memang benar-benar cantik dan seksi. Bodynya sangat sintal. Payudaranya lumayan besar dan walaupun tertutup baju longgar, benda itu masih tampak begitu menonjol. Bodoh sekali suaminya yang telah membiarkan barang sebagus itu tidak terjamah. Jadi, biar aku saja yang memanfaatkannya. Hehehe... (tawa setan!)

Aku menepuk pundak Linda dari belakang. ”Lagi goreng apa, Lin?” tanyaku dan ups, ternyata dia kaget dan membalikkan badannya sehingga tanpa sengaja aku menyenggol payudaranya. Terasa kenyal sekali. ”Eh, maaf, Lin. Kaget ya?” aku tersenyum.

Wajahnya langsung memerah karena malu. ”Ooh, nggak apa-apa kok. Ini lagi goreng ikan.” jawabnya.

”Wah, enak tuh.” balasku sambil memandang wajah cantiknya. Dia makin tersipu. Rupanya, ilmu peletku sudah mulai bekerja. Terbukti dia mulai keringetan dan memandangku dengan mata nanar. Nafasnya juga mulai memburu.

“Mbak Lin, sudah belum ikannya?” tanya ibu-ibu gendut mengagetkan kami berdua.

Linda buru-buru mengangkat gorengannya dan mematikan kompor. Setelah itu... ”Mal, mau nggak ikut aku sebentar?” dia bertanya, sedikit memaksa.

Aku pun mengangguk mengiyakan. Kutebak, dia sudah tak tahan. Memeknya pasti sudah basah saat ini. Beriringan, kami meninggalkan rumah juragan Karta. Linda mengajakku ke rumahnya. Putranya yang saat itu sedang menonton televisi, diberinya uang sepuluh ribu.

”Ini, main PS sana!” suruhnya pada bocah kecil itu. Si bocah nyengir lebar dan bergegas berlalu. Jarang-jarang ibunya baik hati seperti ini.

Linda mengajakku masuk dan menyuruhku duduk di kursi kayu ruang tamu. Dia lalu ke belakang sebentar untuk membuatkanku minum. ”Suamimu kok nggak pulang-pulang?” aku bertanya saat dia kembali. Di tangannya ada dua gelas es teh manis.

”Nggak tahu, sudah satu bulan ini nggak pulang,” jawabnya acuh. Dia yang biasanya sopan, kini duduk sembarangan. Kakinya agak mengangkang hingga aku bisa sedikit mengintip kemulusan kulit pahanya.

”Sayang banget ya, punya istri secantik ini kok ditinggal-tinggal.” aku mengerling nakal.

Linda yang rupanya mengerti dengan isyaratku, makin membuka kakinya lebih lebar. ”Emang aku ini cantik ya?” dia bertanya. Kini aku bisa melihat hingga ke pangkal pahanya.

Aku mengangguk, ”He-eh,” kulihat dia memakai celana dalam hijau muda. ”Kamu cantik banget, nggak kalah sama si Mitha.” untuk ukuran cantik, memang Mitha yang selalu jadi ukuran, tidak ada yang lain.

”Ah, kamu bisa aja,” Linda tertawa, tapi tak urung wajahnya tetap bersemu merah mendengar pujianku. Mendadak dia bangkit dari kursi dan memegang tanganku, lalu menyeretku menuju ke kamarnya.

”Eh, kita mau kemana?” meski tahu apa yang dia inginkan, aku tetap harus bertanya. Jaim gitu lho!

”Sebentar, ada yang mau kutunjukkan.” katanya singkat.

Sesampainya di kamar, Linda menuju ke depan cermin. Aku cuma memandanginya saja, tidak bertanya atau pun membantah. “Kamu lihat, Mal, wajahku sudah penuh dengan kerutan. Juga, bodyku sudah pada melar semua. Masa gini dibilang cantik?” katanya sambil berpose di depan cermin.

”Ah, nggak kok. Bagiku kamu tetap cantik.” sahutku meyakinkan. ”Lihat wajahmu, begitu putih dan mulus.” aku mencoba menghiburnya dengan  membelai pipinya yang bulat, dan tanpa kuduga dia memegang tanganku. Linda menahan tanganku untuk tetap menempel di pipinya.

”Kamu berani sekali, Mal, menyentuhku seperti ini!” dia menatapku sayu.

”Kamu duluan yang menggodaku dengan mengajak ke kamar ini.” aku berkilah.

Linda langsung tersipu malu. ”Dibanding istrimu, aku bagaimana?” tanyanya.

”Kamu tetap yang tercantik.” jawabku diplomatis. Dalam hati aku mulai tak sabar, kapan aku bisa mencicipi tubuh mulusnya?

”Kalo yang ini, apa masih kencang seperti punya istrimu, Mal?” tanyanya sambil menyelipkan tanganku ke balik baju longgarnya dan ditempelkan ke atas gundukan payudaranya.

Ah, akhirnya saat itu tiba juga. Tersenyum penuh kemenangan, aku mengusap-usapnya perlahan, masih tak percaya kalo Linda akan mau melakukan ini.

”Ayo, Mal, jawab. Apa payudaraku masih sekencang punya istrimu?” dia mengulangi pertanyaanya. Dari matanya tersirat betapa dia sangat merindukan sentuhan laki-laki.

Aku pun mendekat ke wajahnya dan kubisikkan, ”Kecantikanmu sungguh tak tertandingi. Kau begitu menggoda.” sambil aku semakin berani mendekatkan bibirku hampir menyentuh bibirnya.

Linda memejamkan mata menerimanya. Melihat itu, aku semakin memberanikan diri untuk menciumnya, dan seperti yang sudah bisa diduga, dia menyambut ciumanku dengan begitu mesra.

Merasa di atas angin, aku sudah tak segan-segan lagi untuk membelai wajah ibu muda itu, membelai hidungnya yang bangir, matanya yang sayu, hingga bibirnya yang tipis dan penuh. Tak sadar, tubuh kami berdua sudah berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran lebih besar dari yang aku kira. Tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri mengencang. Tak salah aku memilihnya.

Linda sendiri tampaknya juga mulai kehilangan akal sehatnya. Bahkan dia tidak bergeming ketika aku mendekatkan wajahku ke wajahnya dan mengecup lembut bibirnya yang tipis. Nafsuku yang sudah tak tertahankan lagi, membuat bibirku terus memagut dan melumat, sementara tanganku mulai menggerayangi tubuh mulusnya yang sintal. Kujamah gundukan daging kembar yang menghias di dadanya. Dengan gemas kuremas-remas benda empuk dan lunak itu. Semua kulakukan masih dari luar pakaiannya dan masih terhalang oleh BH-nya yang tipis.

“Aaah… Mal, aku… kenapa jadi seperti ini?!” Linda memegang tanganku yang berada di atas payudaranya, dan menekannya agar meremas lebih kuat lagi. Sementara bibirnya, terus mengejar mulutku untuk terus saling  melumat dan bertukar air liur. Matanya yang bulat terpejam, dengan nafas mulai memburu dan tidak teratur seperti sehabis berlari.

”Sst.. nikmati saja, Lin.” Kubelai lembut wajahnya yang bulat. Dia kelihatan cantik sekali hari ini. Lalu kembali kupagut bibirnya, bibir yang begitu tipis dan hangat. Bergantian kucucup bibir bawah dan bibir atasnya.

”Oughhh.. Hmmmphh!” Linda semakin mengerang. Desahan dan rintihannya bercampur menjadi satu. Bisa kurasakan detak jantungnya yang menjadi semakin kencang.

Kusupkan tanganku ke balik bajunya. Masih dari luar BH-nya, perlahan kuremas-remas payudaranya yang sangat kencang dan menantang itu. Linda merintih menikmatinya. Sungguh suatu kenikmatan tersendiri bisa menjamah benda bulat kembar nan indah yang kenyal itu, yang selama ini cuma bisa menjadi fantasiku. Kuusap-usap terus payudara yang begitu menggiurkan itu hingga tubuh Linda mulai bergerak menggelinjang tak beraturan.

“Aaauuhh… Mal, Auuuh…!” Dia mendesis-desis penuh gairah.

Mendengarnya, aku jadi makin bersemangat. Remasan-remasan tanganku di payudaranya semakin menggila dan merajalela. Tanganku mulai membuka kaos longgarnya ke atas, kusibak kain itu hingga bisa kulihat tubuh Linda yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem kekuningan. Aku sejenak terpaku memandanginya. Tetapi aku segera tersadar bahwa pemandangan surga dihadapanku ini memang tersedia untukku. Segera kepala turun untuk menciuminya. Kucucup dan kujilat tonjolan daging bulat itu dengan lidahku. Kugesek belahannya yang membukit dengan ujung hidungku.

Linda yang menerimanya cuma bisa menggeliat-geliat kegelian. “Mal, Oughhhh… Sshhhh…” ia merintih. Matanya terpejam merasakan kenikmatan yang begitu menghebat.

Sambil terus mencium, salah satu tanganku turun ke bawah, kuraih pantatnya yang bulat padat dan kuremas-remas dengan penuh nafsu. Kuusap-usap bokong yang besar itu dari luar rok pendeknya.

”Aghhhh…” Linda semakin menggelinjang.

Sementara itu, aku terus menyerangnya. Kuciumi buah dadanya, pipinya, bibir, juga lehernya, sambil tanganku terus bergerilya membelai, mengusap, meraba, dan meremas-remas pantatnya. Wanita berlesung pipit ini  menggelinjang, tubuhnya menggeliat-geliat dan mengejang. Apalagi saat tanganku mulai mengelus-elus selangkangannya yang masih tertutup celana dalam hijau muda, dia makin pasrah dan tak tahan, sama sekali tidak menolak perlakuanku.

Dengan cepat, sambil tetap berciuman, aku melepaskan semua pakaianku. Aku sudah tak tahan lagi ingin segera mengentotnya. Kudorong tubuh montok Linda ke atas ranjang dan kusibakkan ke atas rok pendeknya. Kemudian kutarik ke bawah celana dalamnya yang berwarna hijau muda lalu kupeluk erat tubuhnya. Sambil mengendusi lehernya, kuarahkan penisku ke dalam liang kemaluannya yang terlihat sudah sangat basah. Dengan gerakan yang lembut dan pelan, kudorong pelan penisku yang sudah tegang maksimal ke dalam memek wanita cantik itu.

”Auwwhhhhh...!” Linda menjerit lirih saat penisku sudah membobol memeknya yang sempit dengan mantab. Batangku yang panjang terbenam seluruhnya.

Kami terdiam sejenak. Kupeluk erat tubuh Linda sambil tanganku meremas-remas payudaranya yang masih tertutup BH kuning tipis, sementara bibirku tiada henti mengecup bibirnya, menyedotnya dengan mesra.

Linda mengangguk saat aku meminta ijin untuk mulai menggoyang. ”Lakukan, Mal. Tapi pelan-pelan saja. Penismu terlalu besar, aughhhh...” rintihnya saat aku mulai menarik dan mendorong batangku.

Terasa memeknya sudah sangat basah oleh lendir birahi yang melanda tubuh mulusnya. Linda sudah tidak mampu lagi berkata-kata. Hanya desahan dan geliatan tubuh saja yang dapat dia lakukan untuk mengimbangi goyanganku. Gejolak nafsu birahi telah membakar jiwa mudanya.

Aku yang melihatnya, jadi semakin merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya. Kudorong penisku semakin cepat ke dalam memeknya. Bles… Bles… Bles... Ujungnya menusuk, menyeruak hingga dinding terdalam liang kewanitaan Linda yang terasa semakin panas dan basah. Kutarik dan kudorong terus benda itu secara berulang-ulang, dengan cepat dan keras, hingga Linda sampai merem melek keenakan dibuatnya. Desahan-desahan kecil darinya membuatku semakin bernafsu untuk mempercepat tempo seranganku.

Keringat birahi telah membasahi tubuh kami berdua. BH kuning yang dikenakannya nampak kusut dan awut-awutan karena seringnya aku menjamah benda tersebut. Aku segera menariknya ke atas hingga isinya yang bulat kembar tumpah ruah keluar. Terlihat sepasang payudara Linda yang besar, yang berkulit putih mulus menyilaukan, dengan sepasang puting kemerahan yang sudah tegak mencuat.

Gemas, aku segera meremas dan memijit-mijitnya. Sementara di bawah, pinggulku terus bergoyang. Gerakan maju mundur penisku yang panjang menimbulkan bunyi yang sangat sensasional. Linda nampak sangat bernafsu menikmatinya. Bunyi yang ditimbulkan oleh gerakan penisku yang mengobrak-abrik seisi liang kewanitaannya, dipadu dengan denyut-denyut nikmat otot di memeknya menimbulkan gejolak dan nafsu yang membakar jiwa kami berdua.

Aku memang sengaja ingin menunjukkan segala daya dan kekuatan seksku pada ibu muda cantik ini. Aku ingin Linda mengakui kejantananku, kebrutalanku… Ya, aku ingin membuat kesan yang sangat mendalam pada diri wanita yang jarang dijamah oleh suaminya ini. Setidaknya aku ingin membuatnya ketagihan bercinta denganku.

Entah sudah berapa lama aku menggoyang tubuhnya dengan gerakan yang cepat dan kasar saat tiba-tiba kedua tangan Linda merangkul tubuhku untuk lebih merapatkan diri lagi. Aku pun melepaskan payudaranya untuk meraih tubuhnya. Kurasakan betapa halus dan empuk tubuh ibu muda yang agak gemuk dan seksi ini ketika kudekap. Kelunakan tubuhnya dan kehalusan kulitnya, ditambah pertemuan dan gesekan antara kulit dadaku dengan kedua payudaranya, membawa sensasi tersendiri yang luar biasa rasanya bagi diriku.

Irama gerakan pinggulku dan pinggulnya tetap stabil. Tetap cepat dan kencang. Tapi tiba-tiba Linda mendesah dengan suara yang agak berbeda dari sebelumnya, dengan kedua bola matanya memejam rapat-rapat.

”Aahhk… Aahhhh…” Ia mempererat dekapannya dan mengangkat pinggulnya agar selangkangannya lebih rapat dengan selangkanganku. Setelah itu kedua kakinya mencoba mengkait kedua kakiku.

Nampak Linda menggigit bibir bawahnya untuk menahan desahan dan rintihannya yang semakin menggila. Tapi tetap dia tidak mampu menyembunyikan perasaan nikmat tiada tara yang sedang melingkupi tubuh mulusnya. Dengan gerakan yang semakin cepat dan cepat, naik turun dan berputar-putar dengan sangat erotis sekali, kepala Linda oleng kesana kemari mengikuti geliatan tubuhku dan mengimbangi gerakan maju mundur penisku yang semakin cepat di liang memeknya. Gerakan bibir dan raut mukanya menunjukkan bahwa dia baru saja orgasme.

Linda membuka matanya untuk mengucapkan terima kasih padaku. Ia mendekatkan wajahnya dengan bibir terbuka lebar, memperlihatkan isyarat untuk minta aku cium. Aku pun segera memagut dan melumatnya dengan mesra.

”Makasih ya, Mal.” bisiknya dengan nafas masih memburu. Hanya itu yang sanggup dia katakan kepadaku karena aku masih terus menggenjot tubuh montoknya, berusaha mencari kenikmatan yang seperti baru dia rasakan. Terasa getaran memek Linda di batang penisku, sangat kuat. Berdenyut-denyut seolah hendak memijit dan memaksa spermaku untuk segera mengguyur, menyiram memeknya yang sudah luar biasa becek.

”Arghhhh..” menggeram, makin kupercepat kocokan kontolku di dalam liang vaginanya, makin kencang pula Linda memelukku. Nafasnya tertahan, seolah tidak ingin kehilangan momen-momen saat aku menggapai puncak kenikmatan.

Karena denyutan memek Linda yang membuatku nikmat, ditambah rasa hangat karena guyuran lendir birahinya, aku pun tak tahan. Ditambah ekspresi wajahnya yang memandang wajahku dengan mata sayu namun tersirat kepuasan yang amat sangat.

“Ayo, Mal. Keluarin pejuh kamu. Keluarin semua di memekku.” Linda memohon.

“Kamu nggak apa-apa aku tumpahin pejuh di rahim kamu?” tanyaku sambil terengah-engah.

“Tidak apa-apa, aku KB kok.” sahutnya enteng.

Mengangguk gembira, aku pun melepaskannya. ”LIN… LINDAAAA… ARGGGGGGHHHHH…!!!” aku merasakan pejuhku mendesak dan..  Crroooot…! Crrooooot...! Crroooooot...! Tak kurang dari tujuh kali semprotan spermaku menyiram rahim sempit wanita cantik itu, sampai-sampai Linda tersentak. Ia segera mengencangkan otot memeknya untuk menerima pejuhku.

“Ohhh… Mal, enak sekali! Aghhhhhsss... Hangat sekali pejuh kamu.” ucapnya lirih.

Saat getarannya sudah hilang, segera kucabut penisku. Plook… Linda agak berjengit, dan dia tersenyum. Senyum penuh kepuasan. Kupandangi memeknya yang tampak membengkak dan merah basah dengan lubang menganga penuh lendir. Segera saja jemari Linda meraih dan mengorek bibir vaginanya, menjaga agar pejuhku tidak sampai tumpah ke ranjang. Akibatnya, telapak tangannya jadi belepotan, penuh dengan pejuhku yang telah bercampur lendir birahinya. Dengan pejuh di telapak tangan kanannya, Linda menggunakan jari tangan kirinya untuk membersihkan kemaluannya dari sisa-sisa spermaku.

”Mmpmm..” dijilatnya telapak tangan kanannya yang penuh dengan sperma.

”Eh, apa yang kamu lakukan?” aku heran melihat kelakuannya. Tadinya aku menebak dia bakalan jijik.

”Sperma bagus buat obat awet muda.” sahutnya tenang, nampak puas menikmati pejuh ditangannya.

“Astaga... kamu tuh ya, diam-diam ternyata…” aku terkejut.

“Kenapa, kaget ya?” dia tertawa.

“Muka alim, tapi kalo urusan birahi liar juga ya.” aku ikut tertawa.

“Aku juga nggak tahu, Mal. Entahlah.. kok bisa aku jadi seperti ini. Begitu lihat kamu di dapur tadi, aku langsung jadi panas.”

Hmm, aku mengerti sekarang. Ini pasti karena ilmu peletku. Istriku aja yang alim juga jadi liar kok. Kalau begitu, apakah semua yang kena akan jadi liar? Aku jadi tak sabar untuk membuktikannya. Terutama dengan Mitha. Awas gadis cantik, sebentar lagi aku datang!

Membayangkannya membuat penisku perlahan terbangun dan bangkit lagi. Linda yang melihatnya menjerit gembira.

”Bangun lagi, Mal. Ayo kita lakukan lagi.” dia sudah benar-benar berubah menjadi wanita haus seks sekarang.

Aku pun mengangguk mengiyakan. Siapa juga yang mau menolak ajakan bersetubuh wanita secantik dan semolek Linda. Sore itu kami melakukannya sampai tiga kali. Sebenarnya Linda masih minta tambah, tapi aku sudah tidak kuat lagi. Nafsu wanita yang lama tidak dijamah laki-laki memang luar biasa. Lagian, aku juga harus menghemat tenaga. Masih banyak wanita-wanita tetanggaku yang menunggu giliran untuk kutiduri.